Transisi ke tradisi Literer, konteks visual meninggalkan kebiasaan membaca.

via someone's facebook avatar icon
via someone's facebook avatar icon
Judul postingan blog ini sudah kayak thesis kajian budaya universitas negeri ternama di ibu kota bukan. Stop! Jangan habiskan waktu luw untuk membaca sesuatu yang kira-kira menarik karena sebaris kalimat yang memaksamu melakukan klik dan berakhir di sebuah halaman internet yang isinya cuma sampah.

Internet hari ini terlalu malas untuk berekspresi, 140 character dirasa sudah lebih dari cukup memborbardir dengan pop-up di desktop, iPhone, ataupun Blackberry yang terpaksa terbeli karena alasan gengsi. Tenang, kita tidak sendiri jadi jangan terlalu diambil hati. Keharusan memiliki kekuatan berbagi (to share) sebuah aplikasi berbasis web awalnya adalah sebuah kondisi ideal ketika blog hysteria terjadi. Sekarang kita terlalu sibuk untuk to share others creativity instead of to create ones. Seharusnya kemampuan ini idealnya diciptakan untuk membuat orang terinspirasi untuk menjadi lebih creative tetapi kecenderungannya berubah menjadi kesibukan penegasan identitas sosial yang selalu ter-up-to-date. (*curcol)

visual evolution

Jelas terjadi pergeseran, ketertarikan atas shout atau bentuk visual jauh lebih memikat dibandingan bunch or paragraph. Make sense karena ini sangat manusiawi. Perubahan kebentuk “micro” ini tidak hanya terjadi pada paragraph, musik sekarang hanya mendapatkan durasi tidak lebih dari 20 detik, yang kemudian disebut Ring Back Tone (*tak gendong kemana-mana). Apa lagi? Mungkinkah terjadi perubahan cara bersikap? Sibuk mengkritik sampai lupa berkarya? Semuanya menjadi pendek, singkat dan mengena seperti hot-pans. Kemampuan analisis lebih banyak dilakukan dengan kehebatan RSS sampai lupa melakukan sesuatu yang real (down to the field). Ow sekarang lebih gampang lagi ada #hastags untuk mengawasi topik yang dibangun oleh komunitas follow-un-follow.

Bagaimana media sekarang sangat dipengaruhi oleh social network, it’s so yesterday dude. Individu yang membangun identitas sosialnya in purpose memetik buahnya kemudian. Menjadi connector antara spider-web atau menjadi pusat dari spider-web itu sendiri adalah pilihan. Untuk beberapa kasus ketika tingkat keseriusan menjadi connector/fans/re-tweet terfocus pada satu specific topic, it’s working. Setidaknya formatnya menjadi “30 something that rock the world” atau “10 best shit-hole that blast your day”. Diacuhkan? Jangan! Donwload saja, di archive di folder resources dan kembali ke workspace to continue your work.

Belum terlambat. Hari ini sedikit mengurangi sampah visual dan mulai membaca keseluruhan paragraph, mendengarkan dan menghafalkan liriknya, membuat sketch lagi melatih gerakan jadi selain “klik”, ng’beer lagi bukan bergelas-gelas coffee. Berharap mengarahkan pikiran creative menjadi lebih orisinil.

Akhir kata, WHAT THE FCUK I’M DOING?

transisi ke tradisi literer” begitu komentarnya di inboxku.

Transisi ke tradisi Literer, konteks visual meninggalkan kebiasaan membaca.

5 thoughts on “Transisi ke tradisi Literer, konteks visual meninggalkan kebiasaan membaca.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to top